Sabtu, 06 Desember 2014

Ciparanti Tanah Surga Bukan katanya

Ciparanti Tanah Surga Bukan katanya
Ciparanti adalah desa di Kecamatan Cimerak, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Desa Ciparanti merupakan desa yang terletak di sebelah Barat Kabupaten Pangandaran dan selatan kecamatan Cimerak.
Desa Ciparanti terdiri dari tiga dusun, yaitu dusun Citotok, dusun Cisempu dan dusun Ciwalini. Dari dusun satu ke dusun lainnya memiliki jarak tempuh yang cukup jauh dan juga terjal, masalah ini memengaruhi pula pada akses transportasi masyarakat yang tidak memiliki kendaraan pribadi seperti sepeda motor ataupun mobil bak terbuka, walaupun pada kenyataannya sebagian penduduk di setiap dusun rata-rata telah memiliki kendaraan yang kebanyakan merupakan sepeda motor, tetapi bagi penduduk yang tidak memiliki kendaraan mau tidak mau harus menempuh perjalanan antar dusun dengan berjalan kaki.
               Untuk menghubungkan Dusun Citotok dan Dusun Cisempu masyarakat harus menyebrangi jembatan bojong, yakni sebuah jembatan gantung di Sungai Cibening yang kebanyakan bahan bakunya adalah kayu dan bambu. Hal ini menyebabkan terhambatnya laju roda perekonomian masyarakat Dusun Cisempu hususnya. Jika penduduk hendak menjual hasil alam dalam sekala besar atau menuju Dusun Citotok yang menjadi pusat pemerintahan desa dengan menggunakan kendaraan roda empat, maka harus menempuh jarak 25 Km atau 2 jam waktu tempuh karena jembatan gantung ini hanya bisa dilalui satu motor saja. Sedangakan jarak Dusun Citotok dan Dusun ciwalini hanya kurang lebih 3 Km atau 15 menit  jika menggunakan kendaraan roda dua"
            Perekonomian penduduk yang terbangun di Cisempu ini mayoritas sebagai Petani, melihat sumber daya alam yang sangat kaya dari mulai sawaah, kebun, hutan dan Sungaimenjadi tumpuan masyarakat. Dengan adanya sumber daya alam ini maka masyarakat menggunakan hal tersebut untuk mencari nafkah untuk menghidupi kehidupannya ; seperti pemanfaatan pohon kelapa yang diambil lahang (air yang keleuar dari mancung kelapa) sehingga bisa dijadikan bahan baku untuk masakan yakni Gula Merah.
            Setiap masyarakat yang Nyadap (memanfaatkan pohon kelapa) tersebut setiap hari harus menaiki pohon kelapa, biasanya dilakukan pada pagi hari untuk mewadahi air lahang tersebut dan di sore hari di ambil karena wadah yang biasanya digunakan dari pongkor (bamboo atau bekas botol plastic) sudah terisi penuh. Setelah terkumpul penuh biasanya lahang tersebut di masak dengan menggunakan wajan besar serta tungku yang besar pula, sumber api yang dihasilkan dari kayu bakar sehingga api untuk memasak lahang tersebut bisa dihasilkan lebih besar dan lahang bisa cepat matang menggumpal  sehingga bisa di cetak ke dalam mangkok untuk dikeraskan.
            Sawah yang terhampar luas juga menjadi tumpuan masyarakat Cisempu sebagai petani padi yang biasanya dipanen pada waktu 2 kali dalam setahun. Setiap orang memiliki garapan sawahnya masing-masing sehingga orang-orang bisa merasakan panen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar